Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
JurnalPost.com – Publik kian bertanya tentang kepatutan Firli Bahuri untuk memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. Firli sudah sering mengabaikan dan melabrak perilaku etis dasar dalam kapasitasnya sebagai pemimpin lembaga publik pasca-reformasi yang dianggap kredibel dan sangat dihormati. Tuntutan agar Firli mengundurkan diri kian berdengung nyaring.
Sangat ironis dan membingungkan Firli masih belum dipecat setelah deretan skandal yang sudah menodai citra KPK sebagai pembasmi korupsi. Presiden Jokowi tidak bisa lagi berpura-pura bahwa kepemimpinan Firli di KPK baik-baik saja. Presiden harus menggunakan kekuatannya, sebagaimana ditetapkan oleh hukum, untuk memberhentikan Firli dari jabatannya. Bila tidak, Jokowi berisiko dikenang karena menutup mata atau bahkan terlibat dalam kejahatannya.
Ketua dan wakil KPK sudah beberapa kali dinyatakan bersalah atas pelanggaran kode etik secara serius. Daya tahanannya dalam semua skandal ini tidak berarti menunjukkan bahwa dia adalah seorang ‘pejabat teflon’ dengan dukungan buta dari publik. Dia jauh dari populer, bahkan fakta bahwa dia dapat mencapai kursi sebagai ketua KPK menunjukkan jangkauan pengaruhnya hingga para dedengkot politik.
Kontroversi terbaru yang melibatkan Firli, dengan tuduhan telah memeras seorang tersangka korupsi yang juga seorang pejabat tinggi, seyogianya lebih dari cukup untuk memberhentikannya sementara sehingga memungkinkan dewan pengawas KPK memverifikasi tuduhan tersebut.
Sebagai pimpinan KPK, Firli mengoordinasikan tiga investigasi korupsi yang dilakukan oleh penyidiknya, termasuk kasus korupsi di Kementerian Pertanian, yang melibatkan politisi partai Nasdem, Syahrul Yasin Limpo. Syahrul, yang didakwa dengan kasus korupsi, mengklaim telah diperas oleh seorang komisaris KPK. Meskipun Syahrul menolak untuk menyebutkan nama pemimpin KPK tersebut, foto yang menunjukkan Firli dan Syahrul yang tengah mengobrol di lapangan bulu tangkis sudah beredar luas di kalangan wartawan.
Memang perlu dilihat apakah foto tersebut berpotensi memberatkan Firli, kecuali jika foto itu diambil pada saat badan lembaga anti-rasuah ini sedang menyelidiki mantan menteri itu atas dugaan korupsi. Syahrul mengajukan laporan pemerasan beberapa minggu lalu ke polisi, yang kemudian memutuskan untuk melaksanakan penyelidikan penuh atas tuduhan itu. Tidak ada tersangka yang disebutkan dalam kasus pemerasan.
Ini bukan pertama kalinya seorang komisaris KPK dituduh melakukan pemerasan. Dua mantan Komisaris KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, juga pernah menghadapi tuduhan serupa, tetapi tidak ada bukti kuat untuk membawanya ke pengadilan. Saat itu KPK dan polisi terlibat dalam konflik yang berbeda. Dalam kasus Firli, bukti sangat jelas bahwa paling tidak ada pelanggaran etika yang serius.
Hinga saat ini memang tidak ada indikasi yang menunjukkan lemahnya kasus Syahrul, setidaknya dilihat dari kuatnya bukti awal yang ditunjukkan oleh para penyidik. Namun, kita perlu menyoroti fakta bahwa ini adalah kasus yang sangat sensitif karena Syahrul berasal dari partai politik penantang rezim yang mencalonkan tokoh oposisi, Anies Baswedan, sebagai kandidat presidennya.
Syahrul adalah menteri Nasdem kedua yang terperosok dalam kasus korupsi dalam beberapa bulan terakhir. Wajar bagi publik untuk mempertanyakan apakah kasus yang ditangani KPK ini hanyalah perburuan politik. Orang sudah mulai menduga bahwa yang kini terjadi adalah gerakan kekuatan politik tertentu untuk mengendalikan lembaga penegakan hukum, termasuk KPK. Paling tidak, orang melihat dari sisi waktunya.
Untuk menghilangkan keraguan penuntutan KPK terhadap Syahrul ini, Firli harus menjauhkan diri dari skandal apa pun yang dapat mempertanyakan kredibilitasnya, terutama tuduhan bahwa Firli memeras politisi Nasdem. Ini adalah tuduhan sangat serius yang dapat membahayakan integritas penyelidikan korupsu. Karenanya, posisi Firli sebagai ketua KPK tidak lagi dapat dipertahankan. Dia harus mundur sekarang.
Quoted From Many Source