DOWNLOAD FILE
Deli Mutiara Siregar ⃰ , Eunice Kristiya Sipayung²
⃰, ² Manajemen Informasi Kesehatan STIkes Santa Elisabeth Medan, Kota Medan, Sumatera Utara Indonesia
Email: delimutiara25@gmail.comn 1 , kristiasipayung@gmail.com 2
PENDAHULUAN
Rekam medis merupakan sumber data bagi rumah sakit yang dapat diolah menjadi statistik. Statistik mortalitas termasuk dalam statistik pelayanan kesehatan yang bermanfaat dalam upaya penjagaan mutu rumah sakit. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui gambaran statistik tingkat mortalitas di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar beserta trend angka kematiannya sekaligus perkiraan (forecasting) angka kematian pada tahun 2021 dan 2022. Statistik untuk rumah sakit memiliki banyak manfaat seperti sebagai penjagaan mutu melalui evaluasi kinerja rumah sakit maupun petugas, panduan pengembangan rumah sakit, dan penelitian (Hosizah dan Maryati, 2018). Salah satu statistik yang diolah dan dilaporkan secara periodik yaitu statistik mortalitas atau kematian. Macam-macam indikator statistik mortalitas menurut Sudra (2010) yaitu Gross Death Rate (GDR), Net Death Rate (NDR), Maternal Death Rate (MDR), Newborn Mortality Rate (NMR), Fetal Death Rate (FDR), Post-Operative Death Rate (PODR), dan Anesthesia Death Rate (ADR). Penilaian kualitas mutu pelayanan rumah sakit dapat dilakukan melalui analisis statistik mortalitas. (Anggryani, 2021)
Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk. Tinggi rndahnya tingkat mortalitas pendudukn di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan penduduk, teteapi juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di daerah tersebut.
Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat, maupun maslah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. SARS-CoV-2 dapat menyerang siapa saja dan mengakibatkan gejala atau tingkat keseriusan yang berbeda-beda, namun individu yang berusia di atas 60 tahun dengan penyakit penyerta seperti diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan penyakit kardiovaskular berisiko lebih tinggi terkena infeksi. Pasien COVID-19 dengan penyakit penyerta atau komorbid memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit bawaan. Hal ini didukung dengan penelitian yang menunjukan 88% kematian pada pasien positif SARS-CoV-2 disebabkan oleh riwayat komorbiditas. Selain itu, faktor prediktor lain yang menjadi penyebab tingginya mortalitas pada pasien pneumonia COVID-19 meliputi usia ≥65 tahun. (Lufritayanti & Annisa, 2013)
METODE
Metode dalam artikel ini adalah Sistematik riview, dimana artikel ini dilakukan dengan teknik sekumpulan data untuk menelaah jurnal, pencarian literatur, catatan dan laporan yang berhubungan dengan artikel. Proses sistematik riview ini juga dipakai untuk mengumpulkan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor risiko yang ditemukan memengaruhi mortalitas pasien konfirmasi positif COVID-19 di Jakarta Timur dalam studi ini adalah jenis kelamin laki-laki, usia ≥60 tahun, adanya gejala saluran pernapasan, adanya gejala luar saluran pernapasan, riwayat komorbid hipertensi dan GGK. Populasi dengan hipertensi cenderung memiliki jumlah reseptor ACE2 yang lebih tinggi sehingga menyebabkan virus korona lebih mudah terdiseminasi dalam tubuh. Gejala saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sesak atau nyeri tenggorokan meningkatkan risiko pasien positif COVID-19. Gejala diluar saluran pernapasan seperti demam, sakit kepala, rasa lemah, nyeri otot, mual muntah, nyeri perut dan diare juga meningkatkan risiko mortalitas. (Drew & Adisasmita, 2021). Dalam konteks COVID-19, agen tersebut adalah SARS-CoV-2, termasuk patogenisitas dan virulensi berbagai strain. Data tahun 2020 menunjukan bahwa hipertensi menjadi komorbid dengan jumlah kasus terbanyak pada pasien COVID-19 di Indonesia. Diabetes melitus menempati posisi kedua sebagai komorbid terbanyak pada pasien COVID-19 di Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada awal pandemi COVID-19 menunjukan bahwa obesitas menjadi salah satu faktor komorbid tertinggi pada pasien COVID-19. Pasien COVID-19 dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi terhadap diabetes melitus tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan gagal ginjal. Rekomendasi terapi yang dianjurkan pada pasien COVID-19 adalah dengan melanjutkan pilihan terapi antihipertensi sebelumnya karena belum banyak penelitian yang mendukung teori tersebut. Penggunaan ACEi dan ARB sebagai terapi antihipertensi dapat menghambat formasi angiotensin II yang berkontribusi pada penurunan inflamasi pada paru, jantung, dan ginjal. Diabetes dapat meningkatkan keparahan infeksi COVID-19 bahkan meningkatkan risiko kematian yang diakibatkan oleh memanjangnya waktu membersihkan virus dari tubuh. Obesitas dapat menyebabkan abnormalitas pada sekresi sitokin, adipokin, dan interferon yang akan menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh manusia. Pasien obesitas berisiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan lainnya seperti diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan penyakit serebrovaskular yang meningkatkan derajat keparahan dan risiko kematian pada pasien COVID-19. Obesitas juga memengaruhi volume, fungsi, dan ekspansi paru yang berdampak pada derajat keparahan penyakit. Obesitas menyebabkan peningkatan resistensi saluran pernapasan, penurunan otot pernapasan, penurunan volume paru, dan gangguan pertukaran gas pada pasien. Hal tersebut menyebabkan prognosis yang buruk dengan risiko komplikasi paru pada pasien COVID-19 dengan obesitas. mayoritas usia pasien COVID-19 pada kelompok meninggal maupun membaik adalah usia ≥ 45 tahun. Mayoritas jenis kelamin pasien COVID-19 pada kedua kelompok yaitu berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, mayoritas jenis pekerjaan pasien COVID-19 pada kedua kelompok adalah bukan sebagai tenaga medis. Baik usia, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan tidak memberikan perbedaan yang signifikan antara kelompok pasien COVID-19 meninggal. Proporsi pasien COVID-19 pada kedua kelompok yang tidak memiliki riwayat obesitas jauh lebih besar dibandingkan dengan pasien COVID-19 yang memiliki riwayat obesitas dan tidak memberikan perbedaan yang signifikan.(Rahayu et al., 2021). Mayoritas pada kelompok pasien meninggal dan membaik memiliki penyakit ginjal. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok pasien COVID-19 meninggal dengan kelompok pasien COVID-19 membaik. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi-square, didapatkan bahwa riwayat hipertensi, penyakit jantung, ARDS, kadar SPO2, dan tindakan perawatan secara signifikan berhubungan dengan risiko kematian pasien COVID-19. Berbanding terbalik dengan hasil ini, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, riwayat obesitas, riwayat diabetes melitus, PPOK, penyakit hati, dan penyakit ginjal tidak secara signifikan berhubungan dengan risiko kematian pasien COVID-19. Secara signifikan penyakit jantung berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian pasien COVID-19. bahwa pasien COVID-19 dengan riwayat jantung memiliki kemungkinan kematian 11,08 kali lebih cepat dibandingkan dengan pasien COVID-19 yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung (John, 2020). Beberapa penelitian berspekulasi tentang kemampuan invasi virus sebagai penyebab cedera jantung (De, 2006). Infeksi virus yang parah dapat menyebabkan respon imun yang berlebihan, dengan pelepasan berbagai sitokin inflamasi dan kerusakan tidak langsung pada miokard (Sabatino, 2020).(Nugrahani & Fauzi, 2022). Dari 3 jurnal yang telah kami telaah, kami berpendapat bahwa mortalitas covid-19 itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu hipertensi, diabetes, dan obesitas.
KESIMPULAN
Faktor-faktor risiko yang ditemukan memengaruhi mortalitas pasien konfirmasi positif COVID-19 di Jakarta Timur dalam studi ini adalah jenis kelamin laki-laki, usia ≥60 tahun, adanya gejala saluran pernapasan, adanya gejala luar saluran pernapasan, riwayat komorbid hipertensi dan GGK. Pada pasien COVID-19 dengan diabetes melitus memiliki derajat keparahan infeksi yang lebih tinggi seperti mengalami badai sitokin hingga risiko kematian. Beberapa penelitian berspekulasi tentang kemampuan invasi virus sebagai penyebab cedera jantung (De, 2006). Infeksi virus yang parah dapat menyebabkan respon imun yang berlebihan, dengan pelepasan berbagai sitokin inflamasi dan kerusakan tidak langsung pada miokard (Sabatino, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Anggryani, F. (2021). Analisis Tingkat Mortalitas pada Laporan Tahunan di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar. Journal of Information Systems for Public Health, 6(3), 1. https://doi.org/10.22146/jisph.71078
Drew, C., & Adisasmita, A. C. (2021). Gejala dan komorbid yang memengaruhi mortalitas pasien positif COVID-19 di Jakarta Timur, Maret-September 2020. Tarumanagara Medical Journal, 3(1), 42–51. https://doi.org/10.24912/tmj.v3i2.11742
Lufritayanti, & Annisa. (2013). Disusun Oleh : Disusun Oleh : Pengetahuan Dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan, 11150331000034, 1–147.
Nugrahani, A., & Fauzi, L. (2022). Risiko Mortalitas Pasien Covid-19 (Studi Kohort Retrospektif Di Rumah Sakit Rujukan COVID-19). Higeia Journal of Public Health Research and Development, 2(2), 227–238.
Rahayu, L. A. D., Admiyanti, J. C., Khalda, Y. I., Ahda, F. R., Agistany, N. F. F., Setiawati, S., Shofiyanti, N. I., & Warnaini, C. (2021). Hipertensi, Diabetes Mellitus, Dan Obesitas Sebagai Faktor Komorbiditas Utama Terhadap Mortalitas Pasien Covid-19: Sebuah Studi Literatur. JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 9(1), 90–97. https://doi.org/10.53366/jimki.v9i1.342
Vol.5 No. 11, 10 Oktober 2023. pp. 58-65
Quoted From Many Source